Foto selanjutnya dibawah ini adalah makam bersejarah
yg perlu mendapat perhatian!
Dalam sejarah, tokoh pahlawan Kesultanan Palembang yg sakti & gagah berani ini dikenal dgn Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal[1] bin Sayid Mustafa Assegaf Pangeran Purba Negara bin Sayid Ahmad Assegaf Kiai Pati. Asal usul keluarga leluhurnya merupakan pembesar dan Raja-raja di Jambi.
Dalam sejarah, tokoh pahlawan Kesultanan Palembang yg sakti & gagah berani ini dikenal dgn Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal[1] bin Sayid Mustafa Assegaf Pangeran Purba Negara bin Sayid Ahmad Assegaf Kiai Pati. Asal usul keluarga leluhurnya merupakan pembesar dan Raja-raja di Jambi.
Ayahnya, Sayid Mustafa Assegaf yg bergelar Pangeran
Purba Negara l Raden Santeri, adalah Imam Besar Masjid Lama di Keraton Beringin
Janggut & sekaligus guru spiritual Suhunan Abdurrahman Candi Walang, oleh
karenanya makamnya berdampingan dg Sultan Abdurrahman di astana Candi Walang
(imam kubur). Sedangkan ibunya adalah Ratu Mas Arya anak Pangeran Madi Angsoko.
Dizaman
pemerintahan Pangeran Siding Rajek (1652-1659) dan Suhunan Abdurrahman Candi
Walang (1659-1706), ia menjabat sebagai Mangkubumi. Selain itu banyak pula
tugas & jabatan lain yg diembannya, seperti:
- Ulama militan
Kesultanan Palembang.
- Menantu
Pangeran Siding Rajek.
- Jubir
Kerajaan.
- Duta Diplomasi
Kesultanan Palembang utk VOC.
- Panglima
Pasukan Sabilillah, dll.
Ia mendapat
gelar Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal oleh baginda Pangeran Siding Rajek,
mertuanya sendiri. Gelar "Nembing Kapal" (memiringkan kapal)
mempunyai kisah heroik tersendiri. Dalam buku Sejarah Melayu Palembang (RM.
Akib), dikisahkan pd th 1658, ia diutus oleh baginda menjadi jubir/duta
kesultanan utk mengadakan perundingan dg VOC Belanda terkait ttg kontrak
perniagaan timah, lada & kopi di atas kapal VOC di Sungai Musi. Setelah
tiba di kapal, ketika ia akan naik, terlebih dahulu ia meminta kepada orang
kapal itu utk memindahkan meriam yg besar2 dan benda yg berat2 dlm kapal tsb,
karena ia khawatir nanti kapal itu akan tenggelam. Namun, kapiten kapal
berkata: "Tidak apa tuan Pangeran boleh naik saja, sebab ini kapal besar,
mustahil tuan bisa memiringkan ini kapal". Pangeran Mangkubumi diam saja,
dan barulah ia melangkahkan sebelah kakinya, bergemuruhlah kapal itu miring
akan karam. Lalu kapiten kapal itu dg takutnya berkata: "Ampun tuan
Pangeran, nantilah sebentar kami pindahkan itu meriam. " Setelah
dipindahkan semua meriam2 itu barulah dapat ia naik ke kapal dan dibuatlah
kontrak perdagangan. Sepulangnya Pangeran Mangkubumi, maka bergegaslah kapal
itu menaikkan jangkarnya & berlayarlah lari ketakutan meninggalkan
Palembang. Pikir kapiten Belanda: "Sedangkan seorang saja dapat
mengkaramkan sebuah kapal dg mudahnya juga, apalagi sekian banyak orang
Palembang". Dari peristiwa inilah, maka ia dinamai Pangeran Mangkubumi
Nembing Kapal.
Selama hayatnya
ia menikah dgn R.A. Mangkubumi bt Pangeran Siding Rajek, & memperoleh 8
putra-putri. Makam Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal terletak diatas tebing
komplek pemakaman Ki. Gede ing Suro di Lrg H. Umar 3 ilirPalembang.
-------------
Sumber:
https://www.facebook.com/hermansuryanto.muhammaddiah/posts/1797707737145823
Diskusi Sejarah
dan Budaya bersama Kms. H. Andi Syarifuddin (KHAS)Plg, 6 Januari 2017
[1] Ditinjau dari toponimi, kemungkinan griya tempat
tinggal keluarga beliau dulunya adalah di samping kiri kraton Beringin Janggut
menghadap ke sungai Musi, saat ini menjadi nama jalan Kebumen 16 Ilir (dari
kata tempat Mangkubumi). Sedangkan ayahandanya di tempat yang bersebelahan
dengan nama lorong Purban (dari kata Purba Negara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar